Home Kajian Islam Kajian Tazkiyatun Nufus #1: Muqodimah – Ustadz Abdullah Zaen, MA

Kajian Tazkiyatun Nufus #1: Muqodimah – Ustadz Abdullah Zaen, MA

0
Kajian Tazkiyatun Nufus #1: Muqodimah – Ustadz Abdullah Zaen, MA

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Tema pada materi ini adalah penyucian jiwa? Kenapa tema ini perlu diangkat. Karena kita melihat semangat ngaji di akhir-akhir ini semakin deras( besar) ini adalah kabar yang membahagiakan dibandingkan dahulu yang namanya ngaji cuma 1 tahun dua kali.

Tetapi rajin ngaji saja belum cukup seandainya tidak diiringi dengan untuk mengembangkan ilmu yang sudah didapat. Kalau seandanya cuma ngaji saja. Kemudian ilmu-ilmu yang kita dapatkan hanya disajikan hiasan didalam otak cuma dijadikan wacana penambah pengetahuan dan tidak ada prakteknya dalam kehidupan keseharian kita itu sama saja kita mencari penyakit di hari kiamat

Sebagian ulama mengatakan “Ilmu yang kamu dapatkan itu ada 2 kemungkinan nanti pada hari kiamat akan membantu kamu di hadapan Allah atau sebaliknya akan merugikan kamu”

Dari kutipan diatas ternyata orang ngaji bisa rugi. Bahwa ilmu itu bisa membantu kita ketika kita amalkan sehingga ilmu itu bisa membantu kita di hadapan Allah. Akan tetapi ilmu itu tidak kita amalkan nanti pada hari kiamat kita akan rugi karena nanti pada hari kiamat kita akan ditanya.

Justru apa yang kita pelajari ini memotivasi kita jangan berhenti sekedar kita mangaji, akan tetapi setelah kita mengaji kita dituntut untuk menyucikan jiwa kita dengan mengamalkan apa yang sudah kita ketahui menjauhi apa yang kita ketahui bahwa itu adalah larangan agama itulah “Tazkiyatun Nufus”

Tazkiya Nufus terdiri dari 2 kata

  1. Tazkiya secara bahasa adalah menumbuh dan mengembangkan atau mensucikan karena hati ini akan tumbuh menjadi hati yang baik
  2. Nufus artinya jiwa menumbuh kembangkan jiwa, jiwa disini bukan hanya hati saja termasuk juga luar dalamnya jasmani dan rohaninya makanya ketika kita membahas Tazkiyatun Nufus itu bukan selalu membahas masalah hati, solat juga termasuk Tazkiyatun Nufus ,selain itu ada puasa, dan zakat.

Quran Surat Al-A’la Ayat 14

قَدْ أَفْلَحَ مَن تَزَكَّىٰ

Terjemah Arti: Sesungguhnya beruntunglah orang yang talah melakukan Tazkiya Nufus

QS. An-Najm Ayat 32

الَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ إِلَّا اللَّمَمَ ۚ إِنَّ رَبَّكَ وَاسِعُ الْمَغْفِرَةِ ۚ هُوَ أَعْلَمُ بِكُمْ إِذْ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَإِذْ أَنْتُمْ أَجِنَّةٌ فِي بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ ۖ فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ ۖ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَىٰ

(Yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu maha luas ampunan-Nya. Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.

Dari kedua ayat tersebut timbulah pertanyaan yaitu. Ada orang yang sudah berusaha mensucikan diri apa salah orang yang sudah mensucikan diri lalu menganggap dirinya suci, salah atau tidak? jawabannya salah karena menganggap diri suci akan mengantarkan kesebuah sifat yang sangat tercela di agama kita yaitu sifat sombong.

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ

Artinya :

“Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya الله itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.“ (HR. Muslim no. 91)

Ada ulama salah yang meninggal tahun 95H yang bernama Imam mutorif beliau berkata ” Aku lebih suka ketiduran tidak bangun malam tapi pagi harinya menyesal dibandingkan malam -malam bangun tapi pagi harinya merasa bangga

Karena orang yang sudah ibadah lalu sombong berati dia gagal memahami tujuan ibadah karena sejatinya orang ibadah itu adalah untuk merendahkan diri kepada Allah. Kalau orang paham definisi ibadah secara bahasa orang yang sedang beribadah maka dia itu sedang menghinakan diri dihadapan Allah, maka ketika orang solat kepalalah yang ditaruh di lantai padahal kepala itu anggota tubuh yang paling kita hargai dan paling mulia. Sehingga ketika kepala itu ditaruh di bawah itu akan menunjukan bahwa kita ini rendah dihadapan Allah.

Jika ada orang beribadah kemudian setelah beribadah di bukannya semakin tawadhu tapi malah semakin sombong itu menunjukan dia gagal memahami makna dari ibadah

Rasulullah bersabda bahwa ada manusia yang selama hidupnya melakukan amalan -malan penghuni surga ampai jarak antara dia dengan kematikan hanya 1 jengkal ternyata dia tutup hidupnya dengan maksiat kepada allah sehingga dia masuk ke neraka. Sebaliknya ada orang yang sepamjang umurnya berbuat maksiat sampai jarak anara dia dengan kematian hanya 1 jengkal ternyata dia buka hatinya taat beribadah kepada Allah kemudian meniggal dunia kemudian masuk surga

dalam riwayat lain orang yang pertama diceritakan diatas orang itu melakukan amal soleh sepenglihatan manusia orang iru beribadah tapi niatnya tidak ikhlas akhirnya Allah menghukumnya dengan suul khotimah

2. Tidak pantas menganggap diri suci

Para ulama dahulu seperti yang ada dalam Al_Qur’an mereka adalah orang-orang yang rajin ibadah tapi hati mereka tetap hawatir bahwa ibadahnya tidak diterima oleh Allah

Quran Surat Al-Mu’minun Ayat 60

وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَىٰ رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ

Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka,

Quran Surat Al-Mu’minun Ayat 61

أُولَٰئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ


mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.

Lalu apakah efek dari orang yang sudah beramal kemudian masih ada perasaan akan diterima atau tidak maka efek positifnya

  1. Dia akan terus beramal
  2. Dia akan terus meningkatkan kualitas amalannya